Minggu, 17 Juni 2012

BBM Naik dan Etika Parpol

Siapa yang suka dengan kenaikan harga bensin? Saya yakin sebagian besar rakyat tidak ada yang suka. Jadi tidak perlu survei-survei segala untuk membuktikan bahwa sebagian besar rakyat tidak suka dengan kenaikan harga BBM. Tapi coba survei, apakah rakyat setuju jika harga BBM diturunkan? Saya yakin jawabnya pasti setuju. Sebab rakyat Indonesia adalah manusia normal. Orang normal mana yang setuju jika biaya hidupnya makin tinggi?
Ini berlaku untuk semua. Kalangan atas maupun kalangan bawah –tidak ada orang yang mau biaya hidupnya jadi lebih mahal dari sebelumnya. Jadi, kalau ditanya apakah mereka setuju harga BBM naik, jawabnya pasti tidak. Tidak perlu pakai pembuktian segala.
Ini sama dengan pajak. Coba saja survei, berapa persenkah rakyat yang suka dan senang membayar pajak? Saya rasa jumlahnya hanya secuil. “Tidak ada orang yang suka rela membayar pajak,” ujar Hendry Ford, pengusaha dan produsen mobil di AS.
Kembali ke rencana pemerintah menaikan harga BBM, pasti ini sesuatu yang tidak disukai rakyat. Jangan berdebat soal jumlah subsidi yang membebani APBN. Itu urusan pemerintah. Atau berdebat tentang larinya sebagian besar uang subsidi BBM ke orang-orang kaya, sebab pengguna kendaraan pribadi adalah mereka yang tergolong mampu. Sebab ujung-ujungnya dengan kenaikan harga BBM, rakyat miskin juga akan kena dampaknya. Harga-harga barang kebutuhan lain otomatis jadi naik juga bukan?
Untung saja sistem politik kita demokratis, jadi pemerintah tidak bisa sembarangan naikan harga bensin. Mereka harus meminta persetujuan DPR dulu untuk mensyahkan APBN yang memuat patokan harga bensin di masyarakat dan berapa besaran subsidi bisa dikucurkan. Nah, disinilah untungnya kita punya wakil di parlemen. Saat ini posisi setuju dan tidaknya kenaikan harga BBM ada di tangan parlemen, buka dipemerintah. Parlemen mempunyai hak budget untuk ikut menentukan komposisi besaran anggaran dalam APBN termasuk apakah harga bensin harus naik.
Nah, karena tidak ada rakyat yang mau biaya hidupnya lebih mahal, jika partai mau cari simpati publik, gampang. Tolak kenaikan harga BBM. Toh, sudah pasti rakyat juga akan menolak. Tidak usah cari program yang rasional buat menarik simpati rakyat. Menolak kenaikan harga BBM akan jauh lebih seksi. Soal apakah dalam skala APBN dan jangka panjang, penolakan kenaikan harga itu akan justru memberatkan keuangan negara dan akhirnya berdampak pada kemampuan negara mensejahterakan rakyatnya, itu urusan lain.  Lagian susah menerangkannya kepada rakyat tentang mekanisme keuangan negara. Susah menerangkan bagaimana beban yang akan dialami neraca pembayaran negara jika subsidi BBM makin membengkak. Yang rakyat tahu, harga naik. Tolak!
Partai Gerindra dan Hanura sudah menyatakan menolak usulan kenaikan itu. Wajar. Mereka adalah partai oposisi yang memang tabiatnya harus berseberangan dengan pemerintah. PDIP juga menolak kenaikan harga bensin. Makum, mereka juga oposisi. Meski, pada 10 Janari lalu Ketua Umum PDIP sempat melontarkan usulan kepada pemerintah untuk menaikan harga BBM. “Menaikkan harga BBM paling realistis,” kata Presiden RI ke-5 ini seusai acara peringatan ulang tahun PDI Perjuangan di kantor pusatnya di Jalan Lenteng Agung, Jakarta, Selasa 10 Januari 2012. Saat itu mungkin Bu Mega sedang berfikir rasional mengenai bagaimana beban anggaran negara dikelola.
Tapi, okelah. Meski sedikit aneh karena berubah-ubah usulannya, dari pengusul menjadi menentang keras, toh PDIP adalah partai oposisi. Mungkin saja pertimbangan politik saat diusulkan dengan sekarang berbeda. Jadi sikapnya juga berbeda pula. Jika politik dibaca sebagai barang dagangan, rakyat adalah konsumen. Nah, sebagai parpol, wajar saja jika tujuannya ingin memuaskan konsumennya. Setidaknya dalam jangka pendek.
Kita berharap sebagai parpol, PDIP bisa memfungsikan anggotanya di parlemen untuk menentang kenaikan itu. Sebab salah satu fungsi DPR adalah hak budget yang ikut menyetujui usulan APBN. Nah, di APBN (P) itulah nantinya tercantum angka-angka soal BBM. Dengan demikian, rakyat yang tidak setuju kenaikan BBM menjadi terwakili suaranya di parlemen. Bukankah itu memang mekanisme politik yang sehat?
Yang saya tidak habis pikir, bagaimana sebagai sebuah partai, PDIP misalnya, juga ikut dalam proses demonstrasi jalanan untuk menentang kenaikan BBM ini? Lha, kalau proses penyaluran aspirasinya sama dengan mahasiswa atau LSM, buat apa kita memilih wakil di parlemen? Padahal penentu naik-tidaknya harga BBM itu ada di DPR, bukan dijalanan. PDIP sudah punya kursi di parlemen, buat apa juga ikut-ikutan turun ke jalan. Di gedung parlemenlah semestinya proses politik yang sehat berlangsung. Dengan segala perdebatannya. Dengan segala trik dan mekanisme politiknya.
Selanjutnya, yang juga membuat bingung adalah sikap PKS. Secara resmi PKS adalah partai pemerintah. Tiga orang wakilnya duduk di kabinet, bahkan ada yang menjadi bagian dari jajaran menteri ekonomi. Jika usulan kenaikan BBM ini adalah usulan pemerintah (eksekutif), maka itu sebetulnya bisa dibaca sebagai juga usulan dari menteri-menteri dari PKS ini. Sebagai bagian dari eksekutif, tentu menteri-menteri PKS juga punya suara dalam rapat kabinet ketika ingin memutuskan usulan kenaikan harga BBM.
Tapi PKS ikut menolak usulan kenaikan harga BBM ini. Sebagai partai, PKS tentu bisa memperjuangkan aspirasi konstituennya lewat parlemen. Tapi, sebetulnya karena PKS bagian dari eksekutif, harusnya lebih dulu diperjuangkan lewat saluran itu. Sebab selain pemerintahan Partai Demokrat, kabinet yang sekarang juga pemerintahan PPP, Golkar, PAN, PKB dan PKS. Artinya menteri-menteri wakil partai itu bisa bicara keras saat rapat kabinet berlangsung dan menolak usulan kenaikan BBM ini. Sebab sejatinya itulah fungsi sebuah partai menempatkan menteri-menterinya di dalam kabinet : agar mereka bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan sesuai dengan indeologi dan aspirasi konstituen partai tersebut. Lain soal jika jatah menteri itu hanya dipandang dari sudut bancakan dana APBN.
Yang juga membingungkan, bagaimana para kepala daerah ikut-ikutan demo penolakan kenaikan harga BBM. Bukankah mereka adalah eksekutif juga? Bukankah mereka bagian dari pemerintahan juga? Sebagai bagian dari pemerintah, bukankah ada forum lain yang lebih resmi untuk menyuarakan pikirannya, ketimbang demonstrasi jalanan?
Mungkin ini masalahnya. Ketika Megawati 10 Januari lalu mengusulkan kenaikan harga BBM, barangkali dia sedang berfikir dalam posisi melihat komposisi keuangan  APBN secara rasional. Begitupun ketika menteri-menteri rapat kabinet dan didepannya direntangkan kalkulasi APBN, mereka memang berfikir harga bensin wajar diusulkan naik.
Sesuatu yang rasional, belum tentu menyenangkan. Sebagai partai, juga sebagian politisi, targetnya harus tetap mempesona rakyat. Ini salah satu bahan jualan untuk menjaring suara. Lebih baik sekarang usulan kenaikan BBM itu ditolak, sebab rakyat saat ini sedang menolak dengan keras (sampai kapanpun tidak pernah akan ada rakyat yang riang gembira menerima kenaikan BBM). Toh, melihat kalkulasi APBN dan kecenderungan harga minyak dunia, mau tidak mau pemerintah mesti harus mengusulkan kenaikan harga BBM juga. Mungkin tahun depan. Jika sekarang ditolak, artinya dengan setengah tercekik pemerintah juga akan mengusulkan kenaikan harga BBM di tahun depan. Mungkin saat itu waktu yang pas untuk menerima usulan kenaikan harga BBM. Kemarahan rakyat jauh lebih bagus jika mendekati 2014.
Mungkin ini menyangkut soal etika politik. Selain soal penolakan dan penerimaan kenaikan harga BBM, tampaknya rakyat juga perlu diajarkan bagaimana sebuah dinamika politik bisa dijalankan dengan lebih beretika. Bagaimana etika sebuah parpol menyalurkan aspirasinya, juga bagaimana partai yang ikut dalam pemerintahan sebaiknya harus bersikap. Juga bagaimana para kepala daerah bisa menyalurkan protesnya dengan saluran yang wajar.
Rakyat senang jika harga BBM tidak jadi naik. Soal rasionalisasi perhitungan APBN, itu bukan urusan rakyat. Tapi, rakyat juga butuh pertunjukan politik yang lebih beretika…

ETIKA BISNIS PADA USAHA KECIL MENENGAH


Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
         Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
         Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
         Melindungi prinsip kebebasan berniaga
         Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak, khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat.
Peluang-peluang yang diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir.
Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.
Landasan teori
Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para kompetitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis.
Prinsip dimaksud adalah :
1. Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2.    Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3.    Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.    Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis

Contoh Kasus
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) optimis dapat menyelesaikan dengan baik pembangunan backbone serat optik Mataram Kupang (Mataram-Kupang Cable System) sepanjang 1.041 km meski ada penundaan peresmian dimulainya proyek tersebut. Demikian dinyatakan Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia.
Peresmian dimulainya proyek Mataram-Kupang Cable System semula dijadwalkan pada 12 Oktober 2009 oleh President Susilo Bambang Yudhoyono. Namun karena jadwal Presiden yang begitu padat, rencana peresmian sedang dijadwal ulang.
Seperti disampaikan Sekjen Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar, Minggu (11/10), sejatinya peresmian akan dilakukan pada Senin (12/10). Namun karena ada beberapa hal teknis yang belum selesai, maka diundur.
Diungkapkan Basuki, berdasarkan informasi yang diterimanya proses tender untuk vendor yang dimiliki Telkom belum selesai. “Saya dengar tinggal tiga vendor. Tetapi ini tidak bisa main tunjuk langsung. Saya setuju jika mengikuti peraturan saja. Lebih baik ditunda ketimbang mencari terobosan dalam tender tetapi bermasalah nanti di mata hukum,“ jelas Basuki Yusuf Iskandar.
Ditegaskan Eddy Kurnia, penundaan peresmian proyek yang juga dikenal sebagai bagian dari Proyek Palapa Ring tersebut sama sekali tidak akan mengganggu jadwal proyek secara keseluruhan yang ditargetkan selesai pada tahun 2010. “Telkom akan terus fokus menyiapkan sebaik mungkin segala sesuatunya, baik proses maupun penggelarannya,” ujarnya.
Palapa Ring merupakan megaproyek pembangunan tulang punggung (backbone) serat optik yang diinisiasi oleh Pemerintah (Cq. Menkominfo), terdiri dari 35.280 kilometer serat optik bawah laut (submarine cable) dan 21.708 kilometer serat optik bawah tanah (inland cable). Kabel backbone yang terdiri dari 7 cincin (ring) melingkupi 33 provinsi dan 460 kabupaten di Kawasan Timur Indonesia.
Telkom memandang penundaan peresmian dimulainya proyek Palapa Ring sebagai peluang untuk lebih menyempurnakan dan mereview kembali keseluruhan pelaksanaan proyek tersebut sehingga seluruh proses tidak ada yang tertinggal. Mengenai waktu peresmian proyek Mataram Kupang Cable System tersebut, Telkom akan mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh Pemerintah. “Dalam hal event ini, Telkom dalam posisi ikut saja, artinya kapan saja Pemerintah berkeinginan memulai, kami siap,” tegas Eddy Kurnia.
Mataram-Kupang Cable System merupakan bagian dari proyek pembangunan backbone di KTI yang mencakup Mataram-Kupang, Manado-Sorong, dan Fakfak-Makassar. Proyek Mataram Kupang Cable System merupakan inisiatif Telkom untuk mendukung percepatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang diharapkan selesai akhir September 2010.
Backbone serat optik Mataram Kupang (Mataram Kupang Cable System), memiliki 6 Landing Point di kota Mataram, Sumbawa Besar, Raba, Waingapu dan Kupang, serta 810 Km darat dengan 15 node di kota Mataram, Pringgabaya, Newmont, Taliwang, Sumbawa Besar, Ampang, Dompu, Raba, Labuhan Bajo, Ruteng, Bajawa, Ende, Maumere, Waingapu,dan Kupang.
Percepatan pembangunan backbone Mataram Kupang didorong oleh perubahan mendasar pada layanan Telkom. “Bila pada masa lalu layanan Telkom lebih banyak berbasis voice, maka dewasa ini telah berubah menjadi TIME (Telecommunication, Information, Media dan Edutainment),” jelas Edy Kurnia. Ia meyakini KTI sebagaimana wilayah lain di Indonesia sangat memerlukan layanan TIME untuk lebih memajukan wilayahnya.

Kesimpulan
Telkom memandang penundaan peresmian dimulainya proyek Palapa Ring sebagai peluang untuk lebih menyempurnakan dan mereview kembali keseluruhan pelaksanaan proyek tersebut sehingga seluruh proses tidak ada yang tertinggal. Mengenai waktu peresmian proyek Mataram Kupang Cable System tersebut, Telkom akan mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh Pemerintah. “Dalam hal event ini, Telkom dalam posisi ikut saja, artinya kapan saja Pemerintah berkeinginan memulai, kami siap,” tegas Eddy Kurnia.
Percepatan pembangunan backbone Mataram Kupang didorong oleh perubahan mendasar pada layanan Telkom. “Bila pada masa lalu layanan Telkom lebih banyak berbasis voice, maka dewasa ini telah berubah menjadi TIME (Telecommunication, Information, Media dan Edutainment),” jelas Edy Kurnia. Ia meyakini KTI sebagaimana wilayah lain di Indonesia sangat memerlukan layanan TIME untuk lebih memajukan wilayahnya.